Administrasi Guru PAI Administrasi Guru Produktif Downloads Renungan

Sabtu, 05 Mei 2012

Kehidupan Remaja Yang Penuh Imitasi

KEHIDUPAN REMAJA YANG PENUH IMITASI

Katakanlah bahwa sekarang ini era modern. Tetapi yang dimaksud modern oleh kalangan tertentu dengan modern menurut persepsi remaja, tidaklah sama. Remaja memaknai pergaulan era modern dengan mencampur adukan halal dan yang haram. Yang halal dibuatnya menjadi remang-remang, demikian pula dengan yang haram. Jadi benang merah yang membatasi antara yang “hitam”  dan  yang  putih,  kini  telah  menjadi kelabu karena disamarkan dengan lebel modernisasi. Termasuk dalam hal pergaulan. “Pergaulan yang modern !” kata mereka. Padahal jika ingin tahu, modernisasi yang mereka maksud hanyalah sebuah peleburan yang semu, imitasi dan penuh kepalsuan.
Imitasi berarti sesuatu yang murah, palsu atau tiruan. Ngomong-ngomong soal benda imitasi, benda ini biasanya mudah di dapat terutama di pedagang kaki lima. Barang murahan ini ada karena terdorong popularitas benda yang asli. Pemilik imitasi biasanya kagum dengan barang aslinya, namun tak mampu membelinya. Imitasi juga dapat dikatagorikan kejahatan jika si pembuat mengakuinya sebagai barang yang asli padahal aspal (asli tapi palsu). Walaupun kadang nyaris serupa atau mirip, tapi tetap saja yang imitasi itu palsu.

Barang imitasi sebagai barang palsu keindahannya tidak bertahan lama. Pudar karena tidak trend lagi atau mungkin warna dan bentuknya cepat berubah sehingga keindahannya pun hilang. Imitasi (benda bohong-bohongan, palsu) ini akan ketahuan juga palsunya seiring dengan perputaran waktu.

Di dalam kehidupan masyarakat di sekitar kita, sering dijumpai perilaku-perilaku imitasi tersebut. Pola imitasi yang diterapkan dalam kehidupan ini seperti wabah penyakit yang gampang sekali terjangkit. Gampang sekali tersebar meluas. Era modern menjadi era gudangnya perilaku imitasi.

Menurut majalah Islam Sabili, imitasi dalam pola kehidupan adalah suatu tingkah laku yang mengidentifikasikan atau meyamakan dirinya dengan tokoh yang dikagumi atau tokoh favorit. Sikap ini berbeda dengan kekaguman, simpati ataupun kebanggaan atas sesuatu. Pola imitasi cenderung memasukkan kepribadian, tingkah laku, hobi, sifat maupun kegemaran si tokoh tersebut ke dalam dirinya. Pendek kata munculnya suatu keinginan yang mendalam untuk menjadikan “diriku” itu sebagai “dirinya”.

Pola imitasi ini sangat berbahaya mengingat yang dijadikan pola imitasi itu adalah para selebritis yang amoral. Banyak perilaku artis dalam berpakaian atau bertingkah laku dijadikan idola atau ditiru oleh remaja-remaja masa kini. Akibatnya buka-bukaan aurat, tindik, vandalisme, hingga seks bebas menggejala dikalangan remaja sebagai akses peniruan (imitation) dari artis yang berperilaku seperti itu.

Peleburan (imitation) yang dipaksakan tersebut akan membawa dampak kejiwaan yang gampang sekali kita lihat. Tidak semua orang berhasil dalam proses peleburan itu. Akhirnya muncullah sikap yang disebut over akting, GR (gede rasa), cari perhatian, mejeng dan sebagainya. Dan semua kegiatan yang dilakukan itu hanya untuk mendapatkan satu sasaran, yaitu perhatian atau kepedulian orang lain atas sikapnya. Dengan peniruan itu mereka berharap dapat disejajarkan dengan artis-artis idolanya.

Akhir-akhir ini kalangan artis muncul trend tindik pada telinga, hidung, dan bibir. Bergerombolan remaja-remaja idolanya ditindik. Ketika muncul Britney Spears dengan baju ketat, pusar terbuka dan celana yang hampir melorot, maka menjamurlah pakaian ketat dan celana yang hampir melorot hingga memperlihatkan celana dalamnya. Beberapa tahun yang lalu saat ngetrend-nya model rambut ala Lady Dy, para remaja putri berbondong-bondong menyamakan model rambutnya. Atau laki-laki yang berusaha menjelmakan dirinya seperti sosok Elvis Presley ataupun The Beatles dikarenakan kekasih mereka teramat sangat gandrungnya dengan artis-artis itu.

Di dalam dunia kecantikan, dunia panggung, dunia pentas, dunia film, dunia kepahlawanan maupun dunia musik, sudah dapat dipastikan dua dari tiga orang penggemar diantaranya adalah penggemar fanatik yang meniru perilaku artis idolanya itu. Sosok heroik seperti Superman, Batman, Saras 008, Superboy, Ninja, Rambo, dan serentetan tokoh heroik lainnya mudah sekali mewabah dikalangan anak-anak. Bahkan tak jarang pula orang tua yang mendorong anaknya untuk bersikap ala sang tokoh.

Ironisnya, mereka tidak akan sadar akibat pola imitasi tersebut. Mereka akan kehilangan jati dirinya, sebab tingkah imitasi yang dilakukan tidak berimbang dengan kondisi rohaninya. Artinya rohaninya tak bisa menerima. Boleh jadi menolak. Dalam kondisi seperti itu, mereka akan lenyap ketika kesendirian kembali padanya. Segala problema yang lalu muncul dan bercampur dengan problema yang baru. Begitu dan begitu seterusnya selama tidak ada keseimbangan antara jasmaniyah dan rohaniyah.

Keadaan rohaniah yang sejak mula dicipta dalam keadaan-keadaan bersih dan Islam (tunduk) tak bisa dicampur dengan peng-imitasi-an jahiliyah tersebut. Bagaikan air dan minyak. Kalaupun tercampur, campuran itu dapat menyatu dan akhirnya lapisan minyak akan mengambang ke atas, menutupi permukaan air yang jernih. Sehingga partikel kehidupan yang ada dalam air akan mati (walaupun zat air itu sendiri tetap ada). Demikian halnya manusia, pemaksaan imitasi terhadap pribadi akan menutupi cahaya Islam yang ada dalam rohaninya. Keadaan ruh akan kering, gersang, lambat-laun akan mati bila lapisan minyak yang penuh dengan keangkuhan tetap saja berada dalam permukaan.
Pola imitasi yang paling berbahaya adalah peniruan terhadap perilaku menyimpang para artis, seperti seks bebas, narkoba, miras, buka-bukaan aurat, dan perilaku vandalisme seperti pengrusakan dan corat-coret dinding yang sering diperagakan para artis dalam sinetron atau film.

Lebih berbahaya lagi jika perilaku menyimpang itu dianggap suatu kebenaran bahkan dinilainya sebagai bagian dari kemajuan (modern). Banyak remaja pria yang merasa pede dengan anting di telinga, hidung dan bibirnya. Begitu pula banyak remaja putri yang merasa sebagai anak gaul (modern) dengan baju ketat dan make up ala artis.

Padahal kemajuan atau modern tidak identik dengan semua itu. Perilaku tersebut tak lebih dari perilaku jahiliyah yang menjijikan. Modern adalah sesuatu yang maju, bukan hanya dalam bidang Iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), tapi juga imtak (iman dan taqwa). Tidak bisa dikatakan modern jika hanya teknologi yang maju sementara akhlak jauh terjerembab ke lembah jahiliyah (kebodohan).

Sumber : Faruq Al Farabi, Buku Remaja Gaul Kebablasan, Penerbit Lintas Media Jombang

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Silahkan Jika Anda Ingin Memberikan Komentar, Namun Tolong Gunakan Bahasa Yang Sopan"